Selasa, 11 Februari 2014

Ilmu Sosial Dasar

1.      Pengertian Ilmu Sosial Dasar Pengertian Ilmu Sosial Dasar Menurut Para Ahli
  
    Sebagai mahkluk sosial, komunikasi terjadi setiap saat. Pada saat ini kita mempelajari ilmu sosial dasar yang berkaitan juga dengan kehidupan sehari-hari agar kita dapat berkomunikasi dengan baik saat berada di masyarakat.
• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu ada 2 pengertian.
1. Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapakan gejala-gejala di bidang (pengetahuan) tertentu.
2. Ilmu adalah sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir, bathin, dan lain-lain.
• Pengertian Sosial Menurut Beberapa Ahli
1. LEWIS
Sosial adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan dan ditetapkan dalam interaksi sehari-hari antara warga negara dan pemerintahannya
2. KEITH JACOBS
Sosial adalah sesuatu yang dibangun dan terjadi dalam sebuah situs komunitas
3. RUTH AYLETT
Sosial adalah sesuatu yang dipahami sebagai sebuah perbedaan namun tetap inheren dan terintegrasi
4. PAUL ERNEST
Sosial lebih dari sekedar jumlah manusia secara individu karena mereka terlibat dalam berbagai kegiatan bersama
5. PHILIP WEXLER
Sosial adalah sifat dasar dari setiap individu manusia
Ilmu sosial dasar adalah pengetahuan yang mempelajari tentang masalah-masalah sosial, khususnya masalah-masalah yang terjadi pada masyarakat Indonesia, dengan menggunakan Teori-teori ( fakta, konsep, teori ) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-lapangan sosial, seperti Geografi Sosial, Sosiologi, Antropologi Sosial, Ilmu Politik, Ekonomi, Psikologi Sosial dan Sejarah.
2.     Tujuan Ilmu Sosial Dasar

    Sebagai salah satu dari Mata Kuliah Dasar Umum, Ilmu Sosial Dasar mempunyai tujuan pembinaan mahasiswa agar :
a. Memahami dan menyadari adanya kenyataan-kenyataan sosial dan masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat.
b. Peka terhadap masalah-masalah sosial dan tanggap untuk ikut serta dalam usaha-usahamenanggulanginya.
c. Menyadari bahwa setiap masalah sosial yang timbul dalam masyarakat selalu bersifat kompleks dan hanya dapat mendekatinya mempelajarinya) secara kritis-interdisipliner.
d. memahami jalan pikiran para ahli dari bidang ilmu pengetahuan lain dan dapat berkomunikasi dengan mereka dalam rangka penanggulangan masalah sosial yang timbul dalam masyarakat.

3.     Ruang Lingkup Ilmu Sosial Dasar
                                                 
    Ilmu Sosial Dasar meliputi dua kelompok utama yaitu, studi manusia dan masyarakat dan studi lembaga – lembaga sosial. Yang terutama terdiri dari psikologi, sosiologi, dan antropologi, sedangkan yang lainnya terdiri dari ekonomi dan politik.
    Materi Ilmu Sosial Dasar terdiri atas masalah-masalah sosial. Untuk dapat menelaah masalah-masalah sosial, hendaknya terlebih dahulu kita dapat mengindentifikasi kenyataan-kenyataan sosial dan memahami sejumlah konsep sosial tertentu. Sehingga dengan demikian bahan pelajaran Ilmu Sosial Dasar dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu,
1. Kenyataan-kenyataan sosial tersebut sering ditanggapi secara berbeda oleh para ahli ilmu-ilmu sosial, karena adanya perbedaan latar belakang disiplin ilmu atau sudut pandangannya. Dalam Ilmu Sosial Dasar kita menggunakan pendekatan interdisiplin/multidisiplin.
2. Konsep-konsep sosial atau pengertian-pengertian tentang kenyataan¬kenyataan sosial dibatasi pada konsep dasar atau elementer saja yang sangat diperlukan untuk mempelajari masalah-masalah sosial yang dibahas dalam Ilmu Pengetahuan sosial.Sebagai contoh dari konsep dasar semacam itu misalnya konsep “keanekaragaman” dan kosep “Kesatuan sosial”.
3. Masalah-masalah sosial yang timbul dalam masyarakat, biasanya terlibat dalam berbagai kenyataan-kenyataan sosial yang antara satu dengan lainnya saling berkaitan.

4.     Latar Belakang Ilmu Sosial Dasar


     Latar belakang diberikannya ISD adalah banyaknya kritik yang ditujukan pada sistem pendidikan kita oleh sejumlah para cendikiawan, terutama sarjana pendidikan, sosial dan kebudayaan. Mereka menganggap sistem pendidikan kita berbau colonial, dan masih merupakan warisan sistem pendidikan Pemerintah Belanda, yaitu kelanjutan ari politik balas budi yang dianjurkan oleh Conrad Theodhore van Deventer. Sistem ini bertujuan menghasilkan tenaga-tenaga terampil untuk menjadi “tukang-tukang” yang mengisi birokrasi mereka di bidang administrasi, perdagangan, teknik dan keahlian lain, dengan tujuan ekspoitasi kekayaan Negara. 

Ternyata sekarang masih dirasakan banyaknya tenaga ahli yang berpengetahuan keahlian khusus dan mendalam, sehingga wawasannya sempit. Padahal sumbangan pemikiran dan adanya komunikasi ilmiah antara disiplin ilmu diperlukan dalam memecahkan berbagai masalah sosial masyarakat yang demikian kompleks. 
Hal lain, sistem pendidikan kita menjadi sesuatu yang “elite” bagi masyarakat kita sendiri, kurang akrab dengan lingkungan masyarakat, tidak mengenali dimensi – dimensi lain di luar disiplin ikeilmuannya.n Perguruan tigngi seolah-olah menara gading yang banyak menghasilkan sarjana-sarjana “tukang” tidak mau dan peka terhadap denyut kehidupan, kebutuhan, serta perkembangan masyarakat. 
Pendidikan tinggi diharapkan dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang mempunyai seperangkat pengetahuan yang terdiri atas. 


1. Kemampuan akademis ; adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan analisis, maupun berpikir logis, kritis, sitematis, dan analitis, memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi, serta mampu menawarkan alternative pemecahannya 


2. Kemampuan professional ; adalah kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan. Dengan kemampuan ini, para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi dalam bidang profesinya. 


3. Kemampuan personal ; adalah kemampuan kepribadian. Dengan kemampuan ini para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan sikap, dan tingkah laku, dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan, serta memiliki pandangan yang luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.           


5. CABANG DARI ILMU SOSIAL DASAR

·         Antropologi, yang mempelajari manusia pada umumnya, dan khususnya antropologi utama, yang mempelajari segi kebudayaan masyarakat
·         Ekonimi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat
·         Geografi,, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi
·         Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan
·         Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa
·         Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral
·         Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara)
·         Psikologi , yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
·         Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia
·         Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya


6.     Upaya-upaya Pembangunan Ilmu Sosial Dasar
      pertama, bobot penduduk yang mereka hadapi tidaklah seberat yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang saat ini, terutama Indonesia. Perkembangan penduduk yang tinggi, sementara kemampuan mereka untuk menghadapi tetap tidak tinggi, telah menimbulkan sebagai masalah di bidang sosial dan ekonomi.

Kedua, sebagai pioneers, negara-negara Barat tidak menghadapi masalah pemilihan teknologi, apalagi pendidikan teknologi seperti yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang saat ini. Dalam kondisi di mana kemajuan dalam dalam bidang teknologi komunikasi massa dan transportasi sudah sedemikian majunya, membawa pengaruh yang besar terhadap intensitas kontak budaya dengan kebudayaan dari luar. Di sini terjadi perobahan orientasi budaya yang kadang-kadang menimbulkan dampak terhadap tata nilai masyarakat yang sedang menumbuhkan identitasnya sendiri sebagai bagsa,

Ketiga, hampir semua pioneers itu ditandai oleh sifat homogenitas daripada keadaa sosial dan kulturanya, sdagkan negara-negara sedang berkembang saat ini terpaksa bergelut dengan masalah nation building yang rumit,sementara pada saat yang sama pembangunan ekonomi harus mereka laksanakan. Masyarakat indonesia adalah merupakan masyarakat majemuk yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, dengan latar belakang sosio-kultural yang beraneka ragam, seperti suku bagsa, agama dan sebagainya. Oleh karena itu diperlukan sikap yang mampu mengatasi ikatan-ikatan primor dial, kesukaan dan kedaerahan tersebut sehingga integrasi nasional teteap terpelihara.

7.     Mengenali Pola Pikir Manusia
    Lazimnya orang hidup (yang normal) akan selalu berhadapan dengan apa yang dinamakan masalah. Sejak bangun dari tidur sesungguhnya kita sudah berhadapan dengan masalah, baik masalah intern maupun masalah sosial yang melibatkan orang lain atau saling berinteraksi maka masalah yang dihadapi semakin bertambah rumit, kompleks dan memerlukan suatu pemikiran untuk memecahkannya.
    Berbagai cara telah dilakukan oleh manusia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dan setiap orang maupun kelompok berusaha dapat memecahkan melalui pola berpikir yang dianggapnya cocok atau sesuai. Kita mestinya berterimakasih kepada-Nya telah dikaruniai akal atau otak agar berfungsi dan dioptimalkan ketika menghadapi masalah yang selalu ada dalam kehidupan ini. Semuanya akan selalu berkembang seirama dengan peradaban serta lingkungan yang banyak mempengaruhinya.
   Sejak mengenyam bangku sekolahan sesungguhnya kita telah diajarkan oleh sang guru untuk mengahadapi masalah yang diwujudkan dalam mata pelajaran yaitu bagaimana cara kita membahas suatu masalah guna memperoleh kesimpulan yang dapat diterima kebenarannya. Tentu saja hal ini merupakan bekal yang tinggi nilainya, tak bisa ditebus dengan harta benda apa pun bentuknya. Ditambah lagi dengan bekal pengalaman proses pengembangan diri dalam menuntut ilmu pengetahuan pada level lebih lanjut maka telah menjadikan seseorang semakin dewasa dalam berpikir untuk mengatasi masalah.
   Walaupun dalam realitasnya, tidak semua orang yang pernah mengenyam sekolah itu konsisten dengan ilmu pengetahuan yang sudah diperoleh. Bisa dan boleh saja memilih cara atau mungkin langkah yang menurutnya lebih baik sehingga menjadikan pola berpikir untuk memecahkan masalah yang dihadapi semakin bervariasi. Berpikir untuk memecahkan masalah merupakan bagian dari hak otonom setiap manusia sehingga menurutku hal demikian dapat menambah referensi dan keanekaragaman pola berpikir manusia dalam kehidupan di dunia yang fana ini.
   Tentu saja semua itu cukup menarik untuk diamati sekalian dicermati sejauhmana seseorang melakukan segala aktivitasnya dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang dihadapi. Dari beberapa pengalaman selama ini, beberapa pola pikir manusia dapat dirangkum dan masing-masing dapat diketahui seperti di bawah ini:
Pola Pikir Kharismatik
Suatu pola pikir di dalam memecahkan masalah yang dihadapi dengan menggunakan proses penyelesaian masalah didasarkan otoritas atau kewibawaan. Otoritas atau kewibawaan menjadi pokok penentu dalam pengambilan keputusan.
Bagi orang yang memiliki kewibawaan tinggi, misalnya tokoh masyarakat formal atau non-formal (yang disegani) dianggap paling mampu untuk menyelesaikan setiap masalah - sehingga sebagian besar orang akan tunduk pada keputusan yang diambil olehnya. Sering pula beberapa kalangan menyebutnya ini sebagai pola pikir kharismatik, dalam artian bahwa setiap masalah, apalagi masalah rumit dan berkait kebijakan menyangkut kepentingan masyarakat luas - maka apa yang dikatakan tokoh itu dianggapnya yang paling benar.

Pola Pikir Tenasitas
Tenasitas dapat diartikan sebagai kebiasaan. Berpola pikir tenasitas merupakan cara berpikir manusia dalam memecahkan masalah selalu mendasarkan pada kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat atau tradisi. Misalnya saja ditemui pada beberapa kalangan jika mendirikan bangunan, jembatan-jembatan dengan menggunakan sesaji, dilengkapi ubo rampe dan sebagainya. Hal ini dilakukan sebagai simbol kebudayaan di lingkungan setempat/terbatas.
Tentu saja pola pikir ini banyak diwarnai oleh kebiasaan-kebiasaan atau kultur yang sangat kuat dan sarat dengan simbol-simbol penuh makna tertentu yang telah dilakukan secara turun temurun. Dengan melakukan kebiasaan ini tentunya banyak makna yang terkandung dan dapat menambah keyakinan sehingga dalam melangsungkan rangkaian aktivitas kehidupan yang penuh dengan masalah - diharapkan dapat berlangsung aman dan lancar.
Pola Pikir Perasaan
Diartikan bahwa manusia didalam memecahkan masalah berdasarkan pada perasaan semata-mata, sehingga cara pengambilan keputusan sangat dipengaruhi oleh subyek pelakunya. Perasaan-perasaan itu selalu muncul pada setiap masalah yang dihadapi. Misalnya, perasaan seseorang dalam proses mengambil keputusan atau menyelesaikan masalah mendominasi dan selalu berperan di dalam perilakunya. Atau dalam kata lain, perasaan di sini banyak turut ambil bagian. Perasaan pada tulisan ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu perasaan dalam artian intuisi dan perasaan dalam artian emosi.
Pola pikir berdasarkan intuisi sesungguhnya banyak ditemui. Pola pikir ini tidak bisaburu-buru dikatakan negatif. Namun kalau disebutkan cenderung subyektif dalam proses pengambilan keputusan, jawabnya: mungkin iya. Tingkatan intuisi seseorang tidak selalu sama dalam memecahkan setiap masalah yang dihadapi, berdasarkan kata hati bisa saja diterima kebenarannya, walaupun masih perlu pengujian lebih lanjut. Karenanya keputusan yang diambil biasanya tergantung pada ketajaman intuisi pelakunya.
Pola pikir perasaan dalam artian emosi juga tak kalah pentingnya dicermati. Misalnya, dalam rapat, diskusi (termasuk di ruang publik virtual), seminar, pertemuan antarkelompok, organisasi politik, kampanye-kampanye partai dan sebagainya. Seringkali perasaan (emosi) lebih mengemuka dan bermunculan, biasanya ini terjadi karena “benturan atau persaingan kepentingan” yang tidak sehat, tidak saling toleransi atau tidak menerima pendapat maupun pemikiran orang lain.
Pola Pikir Mencoba-coba
Dimaksudkan sebagai pola pikir manusia ketika menghadapi masalah dengan cara “coba-coba tapi tidak pasti” atau dalam bahasa sono-nya disebut trial and error.Dalam pola pikir ini manusia selalu menyoba-nyoba tanpa adanya kepastian dalam menyelesaikan masalah. Ambil contoh yang paling gampang: Ketika si Badu mengalami kerusakan radio kesayangannya - ia pun tak ambil pusing untuk memeriksa apa penyebab kerusakan radio tersebut. Langsung saja ia memukul-mukul secara pelan (diketuk-ketuk) radionya dengan harapan “berbunyi” kembali. Contoh lain dapat dianalogikan begini: kalau kita melihat burung di dalam sangkar, ketika ia hendak keluar selalu tubruk sana - tubruk sini tak tentu arah di dalam sangkarnya, namun tak juga bisa lepas karena tidak mengetahui cara yang benar untuk membuka pintu sangkarnya.
Ditemui pula pola pikir manusia yang terbiasa “coba-coba tapi tidak ada kepastian” seperti yang telah digambarkan di atas. Alhasil, apa yang dilakukan dalam memecahkan masalah - cenderung berspekulasi (gambling), sering keliru atau pun kalau masalahnya dapat selesai karena faktor kebetulan saja. Blessing in disguise, kira-kiranya begitu.
Pola Pikir Ilmiah
Proses berpikir manusia didasarkan pada cara yang rasional dalam mencari kebenaran atau pemecahan masalah. Penyelesaian masalah bersifat ilmiah. Pada proses berpikir ini biasa dilakukan pengamatan terhadap gejala peristiwa terlebih dahulu. Kemudian dirumuskan masalah yang akan dibahas. Berpikir ilmiah merupakan proses berpikir manusia untuk memperoleh kesimpulan, keputusan, atau kebenaran selalu menggunakan logika dan dilakukan secara sistematis, metodologis, bisa diuji dan dibuktikan kebenarannya oleh orang lain (universal). Sedangkan pelakunya disebut ilmuwan (scientist).
Ilmuwan biasanya bersikap independen, selalu terbuka, demokratis, semua pendapat dihargai. Apabila keputusan atau kesimpulan yang telah dilakukan ternyata salah - maka seorang ilmuwan mengakuinya. Kemudian tertantang untuk mencari cara pemecahan masalah melalui metode yang tepat/sesuai - sehingga diperoleh kesimpulan atau kebenaran (scientific truth). Pada prinsipnya, dalam pola pikir ilmiah dimulai perumusan masalah, pengajuan hipotesis atau asumsi, pengumpulan data, melakukan analisis data, kemudian menarik kesimpulan/konklusi guna mendapatkan kebenaran berupa hasil pemecahan masalah. Perlu ditambahkan bahwa proses berpikir ilmiah membutuhkan waktu relatif lama dan cermat, akan tetapi tingkat kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan.